Selasa, September 16, 2008

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan wilayah, baik yang direncanakan maupun muncul sebagai akibat kebijaksanaan-kebijaksanan yang lain, sangat rawan bagi pengembangan wilayah itu sendiri. Penanaman modal pada berbagai sektor, khususnya industri ‘footlose’, yaitu industri yang kurang memiliki kaitan dengan sumber daya lokal, seperti industri elektronik, sepatu olahraga, garmen, dan pada sektor properti berdampak negatif, manakala sektor-sektor tersebut terkena krisis, seperti terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga mengakibatkan meningkatnya angka kemiskinan.Pada tahun 1996, jumlah penduduk miskin tersebut dapat ditekan menjadi 22,4 juta jiwa. Itu berarti ada perbaikan-perbaikan di dalam sistem ekonomi, meskipun masih tertinggal banyak persoalan yang krusial, seperti masalah kemiskinan ini. Namun dengan munculnya badai krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada akhir tahun 1997 maka angka kemiskinan berubah secara drastis. Pada tahun 1998, jumlah penduduk miskin berbalik menjadi 79,4 juta jiwa. Ini berarti ada sekitar 57 orang yang semula sudah terentaskan dari kemiskinan, tetapi kemudian berbalik menjadi miskin dan tak tertolong. Suatu jumlah yang sangat besar, yang diperkirakan lebih besar lagi terjadi sepanjang tahun 1998 dan awal 1999, dimana kondisi ekonomi Indonesia benar-benar berada pada titik paling dasar.[1]

Masalah kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang multi-dimensi. Berbagai sudut pandang dapat digunakan untuk menelaah masalah kemiskinan dan merumuskan langkah-langkah pemecahannya. Pedoman yang senantiasa dipegang dalam merumuskan kebijaksanaan pembangunan untuk menanggulangi kemiskinan adalah mendukung dan menunjang berkembang-nya potensi masyarakat melalui peningkatan peran serta, produktivitas rakyat, dan efisiensi. Hal ini berarti pemberian kesempatan yang luas bagi penduduk miskin untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi yang produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih besar sehingga diharapkan tidak perlu lagi investasi luar menjadi penggerak utama bagi pembangunan ekonomi Indonesia. (selengkapnya Download artikel)


[1] Gunawan Sumodiningrat, dkk, Kemiskinan : Teori, Fakta, dan Kebijakan, hlm 56, Penerbit IMPAC, Jakarta 1999

0 komentar: