Minggu, Maret 14, 2010

Peranan dan Keterampilan Pekerja Komunitas

Oleh :
Agus Purbathin Hadi

Pendahuluan
Program pemberdayaan masyarakat lahir sebagai bentuk kritik terhadap konsep pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketergantungan. Mulai tahun 2006, Pemerintah telah memiliki konsep penanggulangan kemiskinan secara terpadu dengan basis pemberdayaan masyarakat. Program yang diresmikan oleh Presiden Ssusilo Bambang Yudhoyono di Palu pada tanggal 1 Mei 2007 ini, bernama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dengan tujuan meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat. Program ini merupakan salah satu program utama pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja, selain program-program lain yang telah ada, seperti Raskin, Askeskin, pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah, pengembangan bahan bakar nabati dan energi alternatif, peningkatan ketahanan pangan, sertifikasi tanah bagi masyarakat miskin (Sinar Harapan, 26 April 2007).
PNPM bukan program yang sama sekali baru, namun merupakan wadah bagi terintegrasinya program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat dan diperluas secara nasional. Untuk tahun 2007, dua program diintegrasikan, yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). PNPM 2007 mencakup 1.993 kecamatan di perdesaan dan 834 kecamatan di perkotaan atau sekitar 50.000 desa. Tahun 2008, PNPM akan mengintegrasikan seluruh program penanggulangan kemiskinan di berbagai kementerian dan lembaga dan mencakup 3.800 kecamatan, dan selanjutnya pada tahun 2009 secara kumulatif seluruh kecamatan di Indonesia (5.263 kecamatan) akan mendapat PNPM (Sinar Harapan, 26 April 2007).
Dalam upaya menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat, peran fasilitator sangat penting sebagai katalisator yang menggerakkan masyarakat agar mau melakukan perubahan, membantu pemecahan masalah, membantu penyebaran inovasi, serta memberi petunjuk bagaimana mengenali dan merumuskan kebutuhan, mendiagnosa permasalahan dan menentukan tujuan, mendapatkan sumber-sumber yang relevan, memilih dan mengevaluasi, dan menghubungkan dengan sumber-sumber yang diperlukan. Program-program pemberdayaan masyarakat seperti PNPM menempatkan tenaga-tenaga pendamping atau sering juga disebut fasilitator (dalam makalah ini untuk selanjutnya disebut dengan Pekerja Komunitas. Dari berbagai penelitian, melaporkan ketidaksiapan peran institusi konsultansi dan fasilitasi proyek. Kurang optimalnya peran fasilitator dalam pendampingan masyarakat akibat lemahnya pemahaman ideologi pembangunan berbasis komunitas dan lemahnya pemahaman community development di antara pelaku program. (selengkapnya clik Download)
Menurut Sumpeno (2007), dalam konteks pembangunan masyarakat (civil society) kegiatan fasilitasi dilakukan oleh tenaga khusus yang bertugas; Pertama, membina kelompok masyarakat yang terkena krisis sehingga menjadi suatu kebersamaan tujuan dan kegiatan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan; Kedua, sebagai pemandu atau fasilitator, penghubung dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan kelompok masyarakat dan pembimbing pengembangan kegiatan kelompok. Dalam upaya mewujudkan otonomi dan kemandirian masyarakat perlu bimbingan atau pendampingan. Fasilitator biasanya identik dengan tugas pendampingan tersebut
Makalah ini akan membahas peranan Pekerja Komunitas dalam pemberdayaan masyarakat, serta keterampilan apa yang harus dimiliki untuk dapat melaksanakan peran tersebut dengan baik.

Minggu, Januari 31, 2010

Pengertian, Falsafah, Konsep, dan Prinsip Penyuluhan Pembangunan

Oleh :
Agus Purbathin Hadi

Ketika mendengar kata penyuluhan, maka yang terlintas di benak sebagian orang adalah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), petugas yang mengendarai motor berwarna kuning/hijau, datang mengunjungi petani di desa-desa, menyampaikan informasi dan teknologi pertanian, terkadang menagih kredit, juga memandang bahwa penyuluhan merupakan proses “Transfer of Technology” (TOT). Kini dan dimasa yang akan datang, kiranya konotasi dan gambaran itu harus berubah dan semestinya dirubah.

Perubahan paradigma pembangunan pertanian dan perdesaan ke arah desentralisasi, peningkatan daya saing, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, membawa konsekuensi terhadap paradigma penyuluhan. Memasuki era otonomi daerah, terjadi perubahan kelembagaan penyuluhan dan peran penyuluh. Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dekade ini telah berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat. Meningkatnya aksesibilitas kawasan dan keterdedahan masyarakat atas informasi yang ada juga sangat mendukung percepatan perubahan perilaku tersebut. Di bidang pertanian, perubahan perilaku petani digerakkan melalui upaya penyuluhan pertanian. Akan tetapi, dalam dekade terakhir ini model penyuluhan konvensional sebagai bagian strategis dalam proses pembangunan mulai dipertanyakan relevansinya, dan bahkan di beberapa tempat muncul keinginan untuk memarjinalkan peran penyuluhan. Penyuluhan dianggap tidak mampu memberikan peran yang bermakna bagi proses pembangunan dan mobilisasi dana pembangunan,dan karenanya tidak diperlukan.

Di sisi lain, Patton (1993) dan Miller (1993) dalam P3P Unram (2007) menganggap bahwa penyuluhan menjadi organisasi masa depan. Bagaimana masyarakat pertanian di masa yang akan datang ditentukan oleh bagaiamana lembaga penyuluhan memainkan perannannya. Dalam perspektif mereka penyuluhan harus mengalami pergeseran paradigma, kalau peran strategis itu mau diwujudkan. Beberapa pergeseran itu adalah: (1) Penyuluhan bergeser dari pendekatan top-down kepada pendekatan partisipatif, (2) dari parsial kepada holistik dan sistem, (3) dari “pengajaran dan training” kepada “pembelajaran dan fasilitasi”, dan (4) dari pendekatan disiplin kepada multidisiplin.
Bahasan berikut ini akan mengkaji pengertian dan makna penyuluhan, serta falsafah, konsep dan prinsip penyuluhan. Download selengkapnya

Sabtu, Januari 16, 2010

Keterkaitan Berbagai Tahapan Penelitian

Oleh :
Agus Purbathin Hadi


Pendahuluan
Kegiatan penelitian adalah proses yang sistematis berdasarkan prosedur tertentu, dan dilaksanakan secara obyektif.. Seorang peneliti yang baik adalah mampu berfikir sistematis dan jujur. Sebagai suatu kegiatan yang sistematis, penelitian dilaksanakan dengan tahapan-tahapan dan metode tertentu, dimana antar tahapan penelitian memiliki keterkaitan yang akan menentukan keberhasilan dan kualitas suatu penelitian.

Koherensi, Substansi, Presisi, Analitis
dan Sintesis Hasil Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan secara sistematis melalui tahapan-tahapan dan metode tertentu, dimana antar tahapan penelitian memiliki keterkaitan yang akan menentukan keberhasilan dan kualitas suatu penelitian. Sebelum memahas keterkaitan antar tahapan penelitian, terlebih dahulu kita kembali ke pengertian-pengertian dasar yang digunakan dalam suatu penelitian, yaitu :
lebih lengkap dowonload