Selasa, Juni 23, 2009

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

Oleh :
Agus Purbathin Hadi
Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA)



Bentuk Desa di Bali terutama didasarkan atas kesatuan tempat. Disamping kesatuan wilayah maka sebuah desa merupakan pula suatu kesatuan keagamaan yang ditentukan oleh suatu kompleks pura desa yang disebut Kahyangan Tiga, ialah Pura Puseh, Pura Bale Agung dan Pura Dalem. Ada kalanya Pura Puseh dan Pura Bale Agung dijadikan satu dan disebut Pura Desa (Baliaga, 2000).
Dengan diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1979, di Bali dikenal adanya dua pengertian desa. Pertama, 'desa' dalam pengertian hukum nasional, sesuai dengan batasan yang tersirat dan tersurat dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Desa dalam pengertian ini melaksanakan berbagai kegiatan administrasi pemerintahan atau kedinasan sehingga dikenal dengan istilah 'Desa Dinas' atau 'Desa Administratif'. Desa dalam pengertian yang kedua, yaitu desa adat atau Desa Pakraman, mengacu kepada kelompok tradisional dengan dasar ikatan adat istiadat dan terikat oleh adanya tiga pura utama (Kahyangan Tiga). Dasar pembentukan desa adat dan desa dinas memiliki persyaratan yang berbeda, sehingga wilayah dan jumlah penduduk pendukung sebuah desa dinas tidak selalu kongruen dengan desa adat.
Secara historis belum diketahui kapan dan bagaimana proses awal terbentuknya desa adat di Bali. Ada yang menduga bahwa desa adat telah ada di Bali sejak zaman neolitikum dalam zaman prasejarah. Desa adat mempunyai identitas unsur-unsur sebagai persekutuan masyarakat hukum adat, serta mempunyai beberapa ciri khas yang membedakannya dengan kelompok sosial lain. Ciri pembeda tersebut antara lain adanya wilayah tertentu yang mempunyai batas-batas yang jelas, dimana sebagian besar warganya berdomisili di wilayah tersebut dan adanya bangunan suci milik desa adat berupa kahyangan tiga atau kahyangan desa (Dharmayuda, 2001). selengkapnya download

Senin, Juni 22, 2009

Laporan Hasil Perencanaan Partisifatif bersama Masyarakat di Desa Aik Berik Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2004

Oleh :
Agus Purbathin Hadi & Sabil Risaldy
Aliansi Lembaga Adidaya Masyarakat (ALAM)
Propinsi Nusa Tenggara Barat

Pada tahun 2004, Aliansi Lembaga Adidaya Masyarakat (ALAM) Propinsi Nusa Tenggara Barat melaksanakan kegiatan pendampingan masyarakat di Desa Aik Berik Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah. Kegiatan setelah inisiasi dan sosialisasi program di Desa Aik Berik, adalah memfasilitasi masyarakat untuk menyusun kesepakatan dengan stakeholders dan rencana aksi pemberdayaan masyarakat melalui revitalisasi kelembagaan desa dan kelompok-kelompok masyarakat. Kegiatan ini meliputi pemahaman potensi desa, pelatihan perencanaan partisipatif, penyusunan rencana aksi, dan diakhri dengan kegiatan studi banding ke desa-desa yang dinilai berhasil dalam beberapa aspek pembangunan desa.

PEMAHAMAN POTENSI DESA AIK BERIK
Dalam proses inisiasi dan sosialisasi program terungkap bahwa Desa Aik Berik belum memiliki data dasar yang lengkap dan akurat. Kegiatan pertama dalam implementasi model ini adalah melakukan pendataan “dari, oleh dan untuk masyarakat”. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan metode Participatory Rural Appraissal (PRA), yaitu sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan (Djohani, Rianingsih, 1996).
Penerapan PRA merupakan salah satu strategi memberdayakan masyarakat perdesaan. Dalam PRA masyarakat berlaku sebagai subjek dan bukan objek, dan peneliti serta praktisi menempatkan diri sebagai ”insider”, bukan ”outsider”. Masyarakat yang membuat peta, model, diagram, mengurutkan, memberi nilai, mengkaji, memberikan contoh, mengidentifikasi dan menyeleksi prioritas masalah, menyajikan hasil, mengkaji ulang dan merencanakan kegiatan aksi. selengkapnya download

Sabtu, Juni 20, 2009

Tinjauan Terhadap Berbagai Program Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia

Oleh :
Agus Purbathin Hadi
Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA)

Sejak pemerintahan Orde Baru, pemerintah meluncurkan berbagai program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh berbagai kementerian dan lembaga. Salah satu yang terkenal adalah Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat miskin melalui pengembangan sumberdaya manusia, modal, dan usaha produktif serta pengembangan kelembagaan. Lingkup dari program IDT menyangkut kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di desa-desa tertinggal. Akselerasi kegiatan sosial ekonomi dilakukan melalui pengembangan sumberdaya ekonomi di pedesaan, suplai kebutuhan dasar, pelayanan jasa, dan penciptaan lingkungan pendukung bagi proses pengentasan kemiskinan. Program IDT, selain memberikan dukungan dana 20 juta per desa tertinggal, juga memberikan dukungan dalam bentuk pelatihan, supervisi dan tenaga pendamping. Lebih dari itu, program IDT juga membantu mengembangkan infrastruktur seperti jalan, jembatan, air bersih dan kebutuhan lainnya sesuai dengan kondisi pedesaan.
Program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya adalah : PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum, P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil) yang dilaksanakan Departemen Pertanian, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain. Program-program tersebut berjalan sendiri-sendiri menurut kebijakan Departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi, parsial dan sektoral.
selengkapnya click download

Jumat, Juni 19, 2009

KONSEP PEMBERDAYAAN, PARTISIPASI DAN KELEMBAGAAN DALAM PEMBANGUNAN

Oleh :
Agus Purbathin Hadi
Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA)

Berubahnya paradigma pembangunan nasional ke arah demokratisasi dan desentralisasi, menumbuhkan kesadaran yang luas tentang perlunya peran serta masyarakat dalam keseluruhan proses dan program pembangunan. Pemberdayaan dan partisipasi muncul sebagai dua kata yang banyak diungkapkan ketika berbicara tentang pembangunan. Meskipun demikian, pentingnya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat belum sepenuhnya dihayati dan dilaksanakan oleh stakeholders pembangunan, baik dari kalangan pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat. Bahkan di kalangan masyarakat sendiri masih gamang menghadapi praktek partisipasi dalam melaksanakan setiap tahapan pembangunan di lingkungannya. Di sisi lain, hampir semua proyek dan program pemerintah mensyaratkan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaanya, dimana masyarakat ditempatkan pada posisi strategis yang menentukan keberhasilan program pembangunan. Akan tetapi, dalam prakteknya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat sering disalahgunakan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Download